Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Sensorik Perkembangan Fungsi Otak Anak

Sistem Sensorik Perkembangan Fungsi Otak Anak

 

Periodesasi perkembangan otak pada masa awal kehidupan merupakan fase yang sangat penting diantara fase- fase perkembangan di masa selanjutnya karena pada fase inilah semuanya dimulai untuk kemudian menetap dan menjadikannya sebagai pola pikir untuk masa depannya. Fase ini menjadi masa bagi anak dan remaja untuk menggapai tingkat kecerdasan. Bukan sekedar kecerdasan akademik, melainkan kecerdasan yang dihasilkan dari otak yang seimbang sehingga secara optimal dapat berfungsi seiring dengan kecepatan koordinasi dalam ekspresi gerak dan keputusan. Hal tersebut erat kaitannya dengan efektivitas stimulasi bagi otak. Sebagaimana kita ketahui otak memiliki pembagian area di setiap struktur lapisannya, dari lapisan terluar dan terintegrasi keterkaitannya dengan bagian otak tengah, otak kecil, batang otak dan medula oblongata.

Perkembangan fungsi otak sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya telah menjelaskan proses pematangan dari persepsi anatomi dengan proses sinaps dan prunning atau pemangkasan. Adapun pada modul/buku ini akan dijelaskan mengenai perkembangan fungsi otak dari hasil koneksi sinaps dengan kehadiran cairan gap/neurotransmitter.

Adapun pada uraian tentang piramida atau segitiga belajar yang digunakan sebagai sebuah penatalaksanaan keterapian, yang disusun oleh William Schellenberger menjelaskan 4 bagian besar kelompok perkembangan otak dengan mengutamakan pada pentingnya sistem sensor sebagai penerima informasi atau rangsang yang membutuhkan proses pematangan atau optimalisasi agar berfungsi untuk mengenali jenis stimulus yang diterima. Proses tersebut membutuhkan keterlibatan beberapa local area, sebagai contoh saat sistem auditori sebagai alat sensor menerima gelombang suara, maka gelombang suara tersebut akan ditransfer untuk diterima sebagai proses yang akan menghubungkannya dengan penamaan yang melabelnya sebagaimana pengalaman yang ada atau untuk pertama kalinya sebagai memori terhadap bunyi tertentu dan direkam bersama informasi dari sensor lain, seperti sensor visual dan akan mengenalinya secara simultan akan bentuk yang tampak (visualisasi) dengan bunyi yang diterima.

Sistem sensorik merupakan bagian dari sistem saraf yang menerima rangsangan dari lingkungan baik internal maupun eksternal. Informasi yang diolah oleh sistem sensorik salah satunya adalah berupa stimulus. Jika pengalaman sensori ini berkembang dengan baik, akan berpengaruh pada proses pencapaian cognition intellect- nya, sehingga akan mengajarkan anak memiliki kemampuan menjalankan kegiatan sehari-hari (daily living activity) dan perilaku (behavior) yang bermakna.

Selanjutnya adalah jalur neural yang akan mendistribusikan atau menyalurkan informasi ke otak, untuk kemudian informasi itu akan diolah lebih lanjut. Terkait dengan kemunculan penyimpangan perilaku yang terjadi pada seorang anak, misalnya anak memiliki emosi yang sulit dikendalikan atau pemarah. Maka anak tersebut sesungguhnya tidak mampu mengenali bagaimana emosi yang telah ia keluarkan dan respon lingkungan yang ia terima akibat emosinya. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pemberian stimulasi seperti taktil dengan cara memberikan sentuhan dan tekanan pijatan, pada sistem sensorik olfaktori yang area sensornya berdekatan dengan area otak tengah yang bertugas mengontrol hormon dan emosi.

Perilaku-perilaku yang tidak diinginkan pada anak ini bisa diantisipasi sejak awal dengan pemberian stimulasi sejak dini. Dengan adanya rangsangan atau stimulasi sejak dini, anak mampu mencapai kondisi kecerdasan pada otak secara seimbang, emosi, dan kognitifnya.

Gambar 1 - Piramida Belajar

 

Stimulus yang komprehensif yang dilakukan terhadap sistem sensoris tersebut dengan memperhatikan perkembangan dan pematangan sel saraf dan sel otak serta organ secara simultan, akan menghasilkan anak yang pintar dengan keunikannya, namun masalah terbesar pada rata-rata anak adalah fungsi otak tidak mendapatkan stimulasi yang cukup dan atau kesempatan bagi stimulasi untuk dapat terkoneksikan dengan berbagai struktur di otak sehingga memunculkan hasil yang lebih komprehensif. Pada aktivitas belajar, terjadi proses interkoneksi dari kontrol gerak. Kegiatan Membaca, misalnya, itu semua tergantung pada perkembangan gerakan mata yang stabil. Kegiatan Menulis biasanya melibatkan koordinasi antara tangan dan mata dan menyalin membutuhkan penyesuaian ulang posisi kepala dan jarak fokus. Masing-masing dalam kegiatan ini dapat menyentuh keterampilan motorik yang berbeda dan kemampuan postural. Gerakan juga merupakan komponen integral dari perilaku. Hanya untuk duduk saja anak-anak harus dapat menghambat gerakan yang berlebih dan mempertahankan postur stabil atau dengan kata lain akan ada kebutuhan konstan untuk mengambil posisi gelisah, menggeliat dan berubah yang menjadi upaya besar bagi anak, namun tampak sederhana.

Dalam hal interaksi sosial, proses dari 90 persen komunikasi didasarkan pada non-verbal dari aspek bahasa seperti postur, kontak gerakan, mata dan nada suara. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam mengendalikan tubuhnya sendiri  itu sering mengalami kesulitan dalam membaca bahasa tubuh orang lain dan tidak tepat dalam merespon isyarat-isyarat sosial. Hal ini dapat merepotkan orang dewasa serta membuat anak menjadi sasaran empuk untuk digoda dan intimidasi di antara teman-temannya.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa proses terjadinya gerak yang bermakna merupakan aksi yang dihasilkan dari sinergi 3 kerja fungsi alat indra yang saling terhubung dengan sistem keseimbangan di otak kecil dengan sensor proprioseptif. Kondisi ini yang disebut dengan integrasi sensori, sehingga akan membentuk kompetensi atau kemampuan untuk mengendalikan gerak. Kombinasi dari 2 proses integrasi motorik dan integrasi sensoris ini akan menjadi rangkaian dasar untuk penerima rangsang yang memancing respon emosi dan gerak atau kelakuan menjadi perilaku. Pengulangan perilaku menjadi kebiasaan yang memperkuat memori pada aktivitas gerak menjadi otomatis. Saat gerak yang sudah menjadi perilaku dalam rangkaian stimulus dengan respon emosi yang telah terbentuk ini, akan mulai menjadi unsur rencana atau strategi dari kemampuan kognitif yang akan membentuk karakter. Dengan memahami rangkaian proses ini, diharapkan dapat lebih memahami prosesnya sehingga dapat lebih mengerti perbedaan karakter masing-masing.


Gambar 2 - Piaget’s Sensorimotor Stage dan Brain Function Development

 

Gambar di atas menghubungkan tahapan sensorimotor Piaget dengan perkembangan fungsi otak. Kemampuan usia 6 tahun pada tahapan Piaget merupakan puncak segitiga belajar yang ditunjukkan dalam fungsi otak yang berkembang.

  

Posting Komentar untuk "Sistem Sensorik Perkembangan Fungsi Otak Anak"